Menguak Alasan Dibalik Banyaknya Pengamen Jalanan

menguak
"Pengamen Jalanan di Lampu Merah" source: Musicology

Musicology – Situasi krisis ekonomi dan urbanisasi yang ada di Indonesia menimbulkan begitu banyak masalah sosial yang ada di lingkungan masyarakat. Pemerintah kota melakukan penanganan khusus dan bantuan sosial, terkadang tidak dapat menghalau tingkat kemiskinan yang ada di Indonesia. Salah satu permasalahan yang sedang kita alami saat ini ialah, meningkatnya anak jalanan dan pengamen. Dibalik kasus ini ada dalih untuk mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. 

Fenomena anak jalanan menjadi salah satu permasalahan sosial yang cukup kompleks bagi kota-kota besar di Indonesia. Mulai dari perempatan lampu merah, stasiun kereta api, terminal, pertokoan, bahkan mall tempat-tempat tersebut menjadi sasaran mereka dalam menjalani aktivitasnya. Dalam setiap anggota pengamen dan anak jalanan tersebut pasti memiliki tugas yang berbeda dan penempatan yang berbeda. Hasil yang mereka dapatkan, di setor ke pimpinan mereka. 

Sudut Pandang Satpol PP

Dalam menangani pengamen dan anak jalanan biasanya pihak Dinas Sosial dan Satpol PP yang menertibkan. Menurut Candra salah satu Satpol PP di Kota Batam mengatakan “Biasanya pengamen atau pengemis ada yang mengkoordinir. Mereka juga ada yang menyediakan tempat tinggal, setelah itu bos mereka akan menyuruh untuk mengamen atau mengemis di jalanan.” Selain itu, pengamen jalanan biasanya memiliki jadwal yang tersusun dengan rapi dan memiliki beberapa pos untuk memantau pergerakan Satpol PP. Sehingga saat Satpol PP melakukan razia, mereka sudah tidak ada di tempat. 

Menurut Badan Pusat Statistik atau BPS khususnya di Kota Malang, mulai tahun 2019 hingga 2021 terdapat sebanyak  272 pengamen dan anak jalanan. Berbeda jauh dengan angka yang terdapat di Ibu Kota Jakarta mulai tahun 2019 hingga 2021 terhitung sebanyak, 1.300 jumlah pengamen dan anak jalanan. Pengamen jalanan ini terbagi ke beberapa daerah seperti Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, dan Jakarta Utara. Dalam hal ini dapat kita simpulkan bahwa Negara Indonesia masih terbilang cukup tinggi pada angka pengamen dan anak jalanan. 

Upaya Dinas Sosial yang bekerja sama dengan Satpol PP dalam penertiban dan pengamanan juga terus dilakukan secara berkala dengan memberikan sanksi. Melakukan upaya ini agar oknum-oknum tersebut merasa jera dan mulai memilih pekerjaan yang layak. Namun, nyatanya masih banyak dari mereka yang terlanjur nyaman menjadi seorang pengamen jalanan. Beberapa faktor dan alasan yang mereka berikan pun beragam, seperti yang Candra beberkan “Ada beberapa faktor seperti hubungan anak dengan keluarga yang tidak baik, bisa juga karena putus sekolah, berasal dari keluarga yang miskin sehingga berdampak, bisa juga karena masalah ekonomi dan masalah pendidikan.”

Sudut Pandang Pengamen Jalanan

Salah satu penyampaian alasan oleh pengamen jalanan yaitu kesalahan di masa lalu yang membuat ia susah untuk mendapat pekerjaan. Irul merupakan salah satu pengamen yang kami temui untuk menanyakan alasan ia memilih untuk menjadi pengamen jalanan. “Saya tidak memiliki tempat untuk bekerja, saya juga seorang mantan narapidana jadi saya terkendala sama SKCK dan persyaratan lainnya,” ujar Irul. Selain itu menurut Irul tidak ada kesulitan saat ia menjadi pengamen selain peraturan yang telah Satpol PP atau Dinas Sosial tetapkan. 

“Menjadi pengamen karena saya tidak punya keahlian atau kemampuan buat pekerjaan yang lain, saya juga suka nyanyi jadi saya putuskan buat jadi pengamen,” ujar Rijal yang juga pengamen jalanan. 

Menjadi seorang pengamen atau musisi jalanan memang bukan sebuah pilihan yang tepat. Jika kalian ingin mencari sebuah validasi dalam bakat yang kalian miliki, dengan memilih jadi pengamen sebagai wadah tersebut itu merupakan kesalahan. Banyak dari mereka yang memang benar-benar ingin menunjukkan bakatnya dalam musik dan akhirnya menjadi musisi jalanan. Namun hal tersebut, dapat menjadi keresahan di lingkungan masyarakat dan tak banyak dari mereka akhirnya tertangkap oleh Dinas Sosial dan juga Satpol PP.  Alternatif dari beberapa musisi jalanan juga memilih untuk melakukan live musik di sebuah cafe-cafe dan mempromosikan dirinya dalam bermusik. 

Selain itu, tidak sedikit pula pengamen jalanan yang mulai mengikuti ajang pencarian bakat dengan harapan untuk merubah takdirnya. Melihat begitu banyaknya pengamen yang ada di Indonesia, tidak menutup kemungkinan bisa menjadi seseorang yang sukses di dunia musik jika melakukannya dengan niat. Memberikan wadah bagi pengamen dan musisi jalanan juga menjadi salah satu tugas pemerintah kota untuk menampung bakat yang memang ingin mereka kembangkan. Namun hal tersebut masih belum terealisasikan, walaupun di beberapa kota sudah ada orang-orang yang memang menyediakan sebuah wadah bagi pengamen dan pemusik jalanan. 

Wadah Bagi Pengamen Jalanan

Andi Malewa mendirikan Institut Musik Jalanan (IMJ), merupakan wadah bagi pengamen dan musisi jalanan untuk menunjukkan bakatnya tanpa harus takut tertangkap oleh pihak terkait. IMJ sendiri memiliki misi untuk melakukan tata kelola terhadap musisi jalanan. Salah satu usaha yang mereka lakukan adalah dengan menerbitkan lisensi untuk musisi jalanan dan memberikan akses untuk tampil di ruang publik. Ruang publik yang dimaksud seperti mall, taman kota, stasiun MRT dan lain-lain. Lisensi tersebut bisa anggota IMJ dapatkan jika lolos proses kurasi. I

MJ mula-mula akan mengadakan audisi dan wawancara kepada kandidat dan bagi yang lolos akan mendapatkan rekomendasi dari Direktorat Jenderal Kebudayaan untuk mendapatkan lisensi. Pembinaan yang IMJ lakukan berupa kelas-kelas musik dan pembinaan karakter. IMJ juga mendorong anggotanya untuk menerbitkan karyanya sendiri. Oleh karena itu, IMJ menyediakan fasilitas berupa ruang recording, mengajarkan tentang mendistribusi karya, serta sarana dan prasarana lainnya. Sejauh ini IMJ sudah memiliki empat album ciptaan mereka dan sekarang sedang menggarap album kelimanya. Saat ini  musisi jalanan yang terdaftar di IMJ sudah mencapai lebih dari 3000 orang. Sedangkan mereka yang sudah mendapatkan lisensi berjumlah 400 orang yang tersebar di Jabodetabek, Tegal, Cikampek, Semarang, Salatiga, Malang dan Yogyakarta.

Dampak yang terjadi dari banyaknya pengamen dan anak jalanan memang sangat banyak. Hal tersebut bisa menyebabkan keresahan di masyarakat bahkan dapat menjadi buruan pihak Dinas Sosial dan Satpol PP. Jadi, solusi untuk menekan tingkat pengamen yang ada di jalanan adalah dengan menyediakan wadah bagi mereka untuk mengembangkan bakatnya. Serta melakukan penertiban secara berkala oleh pihak terkait yang terlibat dengan hal tersebut.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *