Kegagalan Festival Musik Woodstock 1999

kegagalan
Gambaran Festival Woodstock 99 Dalam Film Dokumenternya

Musicology – Festival Woodstock (Woodstock Music and Art Fair) adalah festival konser musik yang awalnya berada di Bethel New York dari 15 Agustus hingga 18 Agustus 1969. Festival Woodstock merupakan simbol budaya pada zaman hippie, sekitar akhir tahun 1960-an hingga awal 1970-an.

Pada tahun 1999 festival musik ini kembali, namun siapa sangka festival tersebut merupakan sebuah petaka dalam sejarah konser musik yang pernah ada. Kegagalan festival ini hingga menelan korban jiwa. Festival Woodstock 1999 terkenang sebagai salah satu konser musik terburuk sepanjang sejarah. Festival yang berada di Rome, New York itu berlangsung selama empat hari, mulai dari tanggal 22-25 Juli 1999.

Panitia menyelenggarakan kembali festival ini, untuk mengulang kesuksesan pada festival sebelumnya. Namun kenyataan, yang terjadi ada sebuah insiden yang cukup mengenaskan dan tidak akan terlupakan dalam sejarah dunia musik. 

Sekitar 32 musisi terkenal saat itu tampil dalam konser yang berlangsung pada akhir pekan di tengah cuaca yang memang sangat panas. Barisan band seperti Rage Against The Machine, Limp Bizkit, dan Red Hot Chili Peppers memanaskan festival saat itu. Namun kegagalan terjadi karena berbagai faktor. 

Faktor Penyebab

Mulai dari padatnya pengunjung yang terhitung sebanyak 400.000 orang sehingga membuat suhu udara mencapai 40 derajat celcius. Serta insiden kurangnya pasokan air bersih, selama festival tersebut berlangsung.

Semua faktor tersebut mendorong terciptanya sebuah kerusuhan yang mengakibatkan kebakaran, kekerasan, pelecehan seksual, hingga menelan korban jiwa. Melansir dari  Kompas.com setidaknya terdapat tiga korban jiwa saat festival Woodstock 99 berlangsung. Korban tersebut atas nama David DeRosia (24), Tara Weaver (28),  dan seorang pria yang tidak ada identitasnya berkisar umur 44 tahun. 

Terdapat faktor lain yang mendorong kegagalan Festival Woodstock 99, antaranya seperti acara tersebut terselenggara untuk mencari keuntungan.  Kondisi tersebut semakin parah dengan fakta bahwa penyelenggaraan festival tersebut ada saat musim panas berlangsung dengan suhu sekitar 37 derajat celcius. Sementara itu tidak ada tempat berteduh ataupun pepohonan di sekitar venue yang mengakibatkan banyak orang mengalami dehidrasi. 

Cuaca yang panas bukan menjadi satu-satunya masalah yang dihadapi oleh penonton. Promotor penyelenggara festival musik tersebut mencoba meraih keuntungan sebesar-besarnya dengan melakukan penghematan biaya. Seperti hanya membangun sedikit toilet darurat dan air yang sangat terbatas. Mengingat banyaknya penonton yang hadir.

Panitia yang menjadi volunteer dalam festival tersebut juga bermasalah. Mereka hanya digaji rendah dan tidak mendapatkan makanan sama sekali, sehingga banyak panitia yang memilih mengundurkan diri. Dikarenakan kurangnya SDM dalam acara tersebut menyebabkan banyaknya sampah berserakan. Acara yang berjalan tidak kondusif dan terjadinya kejahatan kriminal juga faktor dari kacaunya festival ini. 

Kemarahan Pengunjung

Kemarahan pengunjung semakin meningkat ketika mengetahui harga makanan dan minuman yang ada di sekitar venue festival tersebut sangat mahal. Seperti bir yang dihargai 5$, sepotong pizza 12$, burrito 10$, air kemasan 4$, dan es batu dihargai sangat mahal berkisar 15$. Sementara pengunjung yang datang sudah mengeluarkan uang tiket sebesar 150$ untuk festival Woodstock 1999. 

Menurut anggota Los Lobos, Steve Berlin yang turut tampil dalam festival tersebut menyatakan kemarahan dan kekacauan yang terjadi selama acara berlangsung. Karena penyebabnya promotor festival hanya mencari untung tanpa memikirkan kerugian yang terjadi. 

Diangkat Menjadi Film

Sebab kegagalan dari kejadian tersebut, insiden festival Woodstock 1999 terkemas kedalam sebuah film dokumenter yang berjudul Woodstock 99 : Peace, Love, and Range. Dalam film tersebut mengungkap berbagai kejadian kelam yang terjadi selama festival musik Woodstock 1999 pada 22 hingga 25 Juli 1999.

Dalam film dokumenter ini menyajikan wawancara dengan seorang kritikus musik, pengunjung, panitia dan musisi yang tampil di Woodstock 99. Lewat wawancara itu, sutradara film tersebut bernama Garrett Price ingin mengetahui dan menunjukkan penyebab dari kejadian kelam tersebut. Termasuk alasan mengapa festival itu menjadi festival musik terbesar yang gagal dan menjadikan sebuah kontroversi. 

Setelah kerusuhan yang tidak dapat terkontrol di Festival Musik Woodstock 1999, penampilan terakhir dari Red Hot Chili Pepper menjadi penampilan terakhir dari acara ini, karena kondisi yang sudah tidak lagi kondusif. Berakhirnya festival ini menjadi sejarah dalam dunia permusikan. Namun setelah bertahun-tahun lamanya, akhirnya festival Woodstock kembali menggelar acara pada tahun 2009 tentunya dengan konsep yang berbeda dari festival Woodstock sebelumnya.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *